Kamis, 18 November 2010

Inflasi 2010 Bisa Tujuh Persen

Laju inflasi tahun 2010 diperkirakan bisa mendekati tujuh persen. Laju inflasi yang cepat disumbangkan oleh komponen harga yang diatur pemerintah (administered price).

"Proyeksi kami inflasi 2010 adalah 6,7 persen. Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi 2010 sebesar 7,5 persen.

Perkiraan percepatan laju inflasi juga merupakan akibat dari perubahan harga-harga yang diatur pemerintah, seiring perubahan pola subsidi," kata ekonom Bank Danamon Helmi Arman di Jakarta, Jumat (30/9).

Pada 2010, pemerintah merencanakan perubahan pola subisidi dari harga menjadi terarah (targetted). Subsidi akan diberikan langsung kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan, tidak lagi dengan intervensi harga.

Dengan potensi tersebut, menurut Helmi, dibutuhkan upaya ekstra dari otoritas fiskal dan otoritas moneter dalam pengelolaan inflasi.

Otoritas fiskal harus mampu menjaga kecukupan pasokan barang dan jasa, sementara otoritas moneter melakukan stabilisasi nilai tukar dan suku bunga.

Menurut Direktur Statistik Harga BPS Sasmito Hadiwibowo, laju inflasi inti yang lebih lebih rendah dari inflasi umum menunjukkan otoritas fiskal dan moneter mampu meredam inflasi agar tidak terlalu tinggi.

"Pada dasarnya, inflasi yang sepantasnya terjadi adalah inflasi inti. Inflasi inti tidak mudah berubah seiring pergerakan harga barang dan jasa, dan cenderung bersifat permanen," kata Sasmito.

Saat inflasi inti lebih tinggi dibanding inflasi umum, lanjut Sasmito, maka pasti ada ada komponen yang menarik inflasi ke bawah. "Dalam hal ini, komponen tersebut adalah administered price (barang dengan harga diatur pemerintah)," ujar dia.

Inflasi inti adalah inflasi komoditas yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental, seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, serta keseimbangan permintaan dan penawaran agregat. Ini akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen.

Saat inflasi inti stabil, maka pergerakan harga secara umum dapat dikatakan terjaga.

"Laju inflasi inti yang relatif stabil memang bagus. Namun, inflasi inti yang masih cukup tinggi memberikan gambaran adanya tekanan inflasi di masa mendatang," kata Helmi.

Inflasi inti, lanjut Helmi, menunjukkan faktor fundamental, yang bersifat permanen. "Dampak inflasi inti yang tinggi saat ini menjadi basis adanya potensi tekanan inflasi yang dapat dirasakan tahun depan," kata dia.


Meredam Harga

Pada Agustus, laju inflasi administered price secara tahunan adalah -5,73 persen. "Artinya, pemerintah mampu meredam kenaikan harga sehingga inflasi lebih rendah dari yang sepantasnya," ujar Sasmita.

Pengelolaan inflasi selama September dinilai cukup baik, karena komponen inflasi inti stabil.

"Inflasi inti pada September relatif stabil, yaitu 4,86 persen secara year on year. Pada Agustus, inflasi inti year on year adalah 4,84 persen," kata Helmi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan enggan untuk menilai kinerja pengelolaan inflasi September. "Ada hal yang di luar perhitungan yang terjadi pada September," ujar dia.

Selama ini, lanjut Rusman, kinerja pengelolaan inflasi selalu dinilai dari harga bahan-bahan pokok, terutama makanan.

"Namun pada September, inflasi juga disumbangkan oleh kenaikan harga pada kelompok transportasi, yang sebelumnya tidak diperhatikan dalam menilai kinerja pengelolaan inflasi," kata dia.

Inflasi untuk bahan pokok sendiri, tambah Rusman, dalam dua bulan terakhir memang cukup cepat.

"Begitu juga inflasi umum. Namun, ada excuse karena kita sudah terbiasa dengan inflasi yang rendah sejak awal tahun," kata dia.

Salah satu barang administered price yang sangat memengaruhi inflasi adalah bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga BBM selalu diikuti dengan percepatan laju inflasi.

Pada 2008, laju inflasi mencapai 11,04 persen akibat kenaikan harga BBM pada akhir Mei. Dalam RAPBN 2010, pemerintah mengajukan besaran anggaran subsidi BBM sebesar 59 triliun rupiah. Meningkat dibandingkan alokasi pada 2009, yaitu 54 triliun rupiah. 


komentar : dari tahun ke tahun laju inflasi di Indonesia terus meningkat, itu disebabkan oleh berbagai macam keadaan yang ada di Indonesia seperti kenaikan BBM,kenaikan harga pada kelompok transportasi dan banyak lagi.

Potensi Kenaikan BBM Dorong Laju Inflasi 2010

Bank Indonesia (BI)memperkirakan inflasi tahun 2010 akan lebih tinggi dari tahun 2009 terkait dengan potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji akibat mulai naiknya harga minyak dunia.

Hal ini dikemukakan oleh peneliti Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Rudy Hutabarat di sela Musyawarah Penanaman Modal di Hotel Nikko, Jakarta, Kamis (6/8/2009).
"Pasca pemilu biasanya diikuti kenaikan BBM dan elpiji, itu bisa mendorong inflasi," ujarnya.

Menurutnya, harga jual BBM bersubsidi masih berpotensi meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$ 70 per barel. Sama halnya dengan harga jual elpiji tabung 12 kg yang saat ini dijual pada harga Rp 5.000 per kg sedangkan harga keekonomiannya berada di sekitar Rp 7.000 per kg.

Kenaikan Elpiji

Rudy juga mengatakan, BI memperkirakan kenaikan harga elpiji tahun 2010 bisa menyumbang inflasi sebesar 0,28-0,55%.

"Untuk mendekati harga keekonomiannya, potensi kenaikan elpiji 12 kg diperkirakan sekitar 13-26% sehingga akan memberikan sumbangan sebesar 0,28-0,55% inflasi," katanya.

Menurutnya pada bulan Juli 2008 PT Pertamina sempat mengusulkan kenaikan harga elpiji 12 kg setiap bulannya untuk disesuaikan dengan harga keekonomiannya, namun usulan tersebut dibatalkan oleh pemerintah.

"Dengan ini potensi kenaikannya cukup besar, terkait dengan harga jual elpiji 12 kg dan industri internasional yang cukup tinggi," katanya.

Ia menambahkan, dampak kenaikan elpiji terhadap inflasi tersebut sudah mempertimbangkan meningkatnya bobot elpiji dalam indeks harga konsumen. Bobot elpiji di tahun 2010-2012 akan meningkat sehingga terus memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap inflasi.

Sementara, kenaikan harga minyak tanah akibat masih adanya permintaan di tengah pengurangan pasokan diperkirakan tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap inflasi.   
sumber : (kilasberita.com/asd/dtc)

komentar : menurut saya,seharusnya pemerintah tidak menaikkan harga elpiji,apabila dinaikkan maka akan memicu kenaikan innflasi yang lebih tinggi. Untuk itu pemerintah harus mempertimbangkan lagi apabila untuk menaikkan harga elpiji apabila tidak ingin inflasi meningkat.

Inflasi Indonesia Diperkirakan Capai 6% oleh Kenaikan TDL dan Jelang Puasa-Lebaran




Inflasi di Indonesia untuk tahun 2010 ini diharapkan akan berada di atas level 6%. Memang Bank Indonesia sendiri telah menetapkan target inflasi pada kisaran 4 – 6% untuk tahun 2010 ini. Akan teatpi para analis memandang tercapainya inflasi di bawah 6% membutuhkan kerja ekstra keras dan kurang mencerminkan kondisi riil saat ini. (28/07)

Pada tahun 2009 lalu Bank Dunia memperkirakan bahwa tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2010 hanya akan mencapai level 5.4%, setelah pada tahun 2009 realisasi inflasi berada pada posisi 2.9%. Akan tetapi seiring dengan adanya kebijakan kenaikan tariff dasar listrik (TDL), tampaknya pemerintah harus terpaksa mengakui bahwa tingkat inflasi tersebut sulit untuk dicapai.

Tekanan Inflasi di Semester II Naik Imbas Kenaikan TDL dan Hari Raya
Kenaikan TDL yang secara resmi diberlakukan pada tanggal 1 Juli lalu telah menuai banyak pro dan kontra. Langkah pemerintah untuk mengurangi beban subsidi tampak ditanggapi dingin oleh masyarakat luas, baik pengguna perorangan maupun pengguna industri. Tujuan kenaikan TDL ini dimaksudkan untuk mengendalikan besaran subsidi listrik yang mencapai Rp 55.1 trilyun pada tahun 2010.

Pemerintah menyatakan bahwa kenaikan TDL sebesar rata-rata 10% mulai tanggal 1 Juli relative tidak terlalu berpengaruh terhadap inflasi. Bank Indonesia juga memperkirakan rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) mulai awal Juli 2010, tidak banyak mempengaruhi inflasi.

Menurut Deputi Gubernur BI, S.Budi Rochadi, jika TDL hanya dinaikkan untuk pelanggan golongan daya di atas 900 VA, inflasi hanya akan mengalami kenaikan sebesar 0.2%. Akan tetapi jika dinaikan secara keseluruhan, semua pelanggan dengan semua daya, maka diperkirakan inflasi naik sekitar 0.4%.

Di lain pihak masyarakat merasa di beratkan akibat kenaikan TDL ini. Menurut mereka kenaikan TDL akan memicu kenaikan kebutuhan pokok lain, sehingga meskipun porsi listrik terhadap perhitungan inflasi kecil, kenaikan harga barang pokok akibat efek domino kenaikan TDL akan menjadikan inflasi yang cukup besar.

Ekonom Indef, Ahmad Erani Yustika mengatakan, pemerintah akan kesulitan mengendalikan laju inflasi dan ekspektasi masyarakat menyusul kenaikan TDL. Menurutnya yang tidak bisa dikontrol pemerintah itu, pemerintah manapun di dunia ini, adalah ekspektasi. Dan itu dalam jumlah yang signifikan.

Dalam simulasi sederhana, kenaikan TDL sebesar 10-15% itu hanya akan menaikkan inflasi sebesar 0.25%. Tapi yang tidak bisa diisolasi pemerintah itu adalah ekspektasi masyarakat dan dampaknya di sektor-sektor lain seperti bahan makanan.

Di samping kenaikan TDL yang ditegaskan memberatkan, dampak ini juga lebih terasa karena waktu penetapan kenaikan TDL ini bertepatan dengan jelang puasa. Seperti yang lazim terjadi, kenaikan bahan kebutuhan pokok jelang puasa dan lebaran merupakan sesuatu yang pasti. Kondisi ini tentunya akan menambah beban ekspektasi inflasi di tingkat masyarakat.

Inflasi 6% Bukan Masalah Heboh
Akan tetapi menurut ekonom M. Chatib Basri dari Universitas Indonesia, peningkatan laju inflasi hingga 6,0% bukan merupakan masalah serius yang harus dikhawatirkan karena dalam sejarah inflasi Indonesia biasanya selalu mencapai kisaran 8-9%,
dan salah satu yang bisa menahan laju inflasi adalah adanya apresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

"Karena impor dalam dolar, kalau murah kemudian harga di dalam negeri juga lebih rendah sehingga inflasi juga lebih rendah, APBN 2010 menetapkan asumsi inflasi selama 2010 sebesar 5,0% namun kemudian dalam RAPBNP 2010, pemerintah menaikan asumsi inflasi menjadi 5,7%,” ujarnya.
sumber : www.vibiznews.com
menurut saya.ternyata kenaikan dapat memicu kenaikan inflasi dan harga kebutuhan pokok juga naik. dan apabila TDL akan di naikkan maka akan menyebabkan menahan laju inflasi dengan adanya apreeiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Rabu, 17 November 2010

Bank Dunia: Laju Inflasi Indonesia Terendah Dibanding Negara Tetangga

Laju inflasi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan yang dialami oleh negara-negara tetangga sejak petengahan 2009. Hal ini disampaikan Lead Economist World Bank’s Jakarta Shubham Chaudri dalam seminar bertajuk “Indonesian Economic Quarterly Report” yang digelar di Gedung Energy, Jakarta, pada Rabu (17/06) .
Shubham pun memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya inflasi di Indonesia. Solidnya pengaturan harga energi yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia, diakui Shubham membuat harga konsumen Indonesia tidak terpengaruh oleh melambungnya harga energi dunia pada awal tahun 2009. Selain itu, faktor pemulihan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil juga turut memiliki andil besar dalam menekan laju inflasi.
Namun, Shubham juga menjabarkan beberapa faktor yang berpotensi akan melambungkan inflasi Indonesia jelang tahun 2011. “Naiknya harga komoditas yang disebabkan oleh tingginya demand, nampaknya akan menjadi penyebab utama,” papar Shubham. Faktor lain yang turut mendorong laju inflasi yaitu naiknya tarif dasar listrik sebesar 10%. Seperti diketahui, pemerintah berencana akan mulai memberlakukan tarif dasar listrik yang baru mulai bulan Juli mendatang.(uno)
sumber: www.depkeu.go.id 

komentar : menurut saya,penyebab inflasi meningkat dikarenakan berbagai rmacam rencana pemerintah Indonesia sepert menaikkan tarif dasar listrik

Laju Inflasi di Indonesia Timur Naik 0.87 Persen

Laju inflasi di kawasan timur Indonesia mengalami peningkatan beberapa persen, saat ini mencapai lima persen. Kondisi ini disebabkan  kenaikan harga bahan makanan dan kelompok makanan jadi. Sementara kenaikan harga terpengaruh dari rencana kenaikan tarif dasar listrik pada triwulan III 2010.
Pimpinan Bank Indonesia Makassar Lambek A Siahaan melalui rilisnya siang ini menyebutkan, laju inflasi di Sulawesi Selatan naik dari 3,46 persen menjadi 5,00 persen. Secara umum di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua naik 3,51 persen menjadi 4,38 persen.
“Laju inflasi di Sulawesi, Maluku dan Papua pada triwulan II 2010 masih relatif terkendali meskipun terdapat kecendrungan meningkat dari triwulan sebelumnya, namun masih berada dibawah laju inflasi nasional yaitu sebesar 5,05 persen,” katanya.
Dia juga mengatakan, kinerja perbankan di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua menunjukkan pertumbuhan positif. Pada Mei 2010 mengalami pertumbuhan 13,91 persen, namun melambat dibandingkan bulan yang sama tahun lalu  mencapai 20,36 persen. Terjadi pula pelambatan pertumbuhan dana pihak  ketiga pada bulan Mei tahun ini dibandingkan tahun lalu dengan selisih sekitar empat persen.
“Ini karena kontraksi pada simpanan giro dan melambatnya pertumbuhan depositio,” ucap dia.
Terkhusus di Sulawesi Selatan, kata dia, pertumbuhan kredit relatif lebih baik, mencapai 19,06 persen di bulan Mei. Berbeda dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mengalami perlambatan.
“Pertumbuhan kredit di Sulawesi Selatan tersebut didorong oleh kredit investasi yang meningkat cukup tajam yaitu sebesar 29,04 persen dan pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 24,05 persen,” ungkapnya.
Melihat perkembangan tersebut, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur akan mengalami peningkatan 6,9 persen sampai 8,56 persen. Menurutnya, peningkatan konsumsi yang didukung kenaikan pendapatan masyarakat dan kegiatan invetasi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di daerah ini.
Sementara laju inflasi pada triwulan III nanti diperkirakan meningkat karena dipicu meningkatnya konsumsi di bulan Ramadan, hari raya, kenaikan tarif dasar listrik, dan realisasi program yang bersumber dari APBD.
sumber : tempointeraktif.com

komentar : menurut saya,laju inflasi di Indonesia Timur terus miningkat di sebabkan karena kinerja perbankan di wilayah sulawesi, maluku, dan papua yang melemah dan meningkatnya konsumsi masyarakat.

FAKTOR EKSTERNAL PENGARUHI RENDAHNYA LAJU INFLASI Jakarta, 1/12/2009 (Kominfo-Newsroom) – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan menilai, rendahnya laju inflasi sepanjang Januari-November 2009 bukan disebabkan rendahnya kemampuan daya beli masyarakat, namun karena adanya faktor eksternal. “Penilaian sejumlah pengamat harusnya terlebih dahulu melihat pada data peningkatan produk domestik bruto (PDB) serta pengeluaran konsumsi rumah tangga,” kata Rusman dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (1/12). Ia mengatakan, saat ini PDB dan konsumsi rumah tangga terus mengalami kenaikan. Selain itu, BPS juga menilai hingga kini kasus-kasus sosial di masyarakat seperti kelaparan massal yang menunjukan ketidakmampuan masyarakat membeli kebutuhan bahan pokok juga tidak pernah terjadi, meskipun masih terlihat rakyat miskin yang tinggal di jalan-jalan. Menurut Rusman, rendahnya laju inflasi lebih disebabkan faktor eksternal di mana harga komoditas dunia saat ini sedang mengalami penurunan cukup signifikan. “Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami inflasi rendah. China dan Malaysia juga mengalami kondisi yang sama,” ungkapnya. Inflasi yang tinggi hanya terjadi di negara-negara yang kondisinya relatif tidak stabil, sebagai contoh Pakistan yang mengalami inflasi hingga sembilan persen, Vietnam di bawah tiga persen, dan Brazil empat persen. BPS mencatat Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,03 persen pada November 2009, sedangkan laju inflasi Januari-November 2009 mencapai 2,45 persen, sementara year on year 2,41 persen. “Ini pengalaman pertama inflasi di bawah lima persen. Ini jarang terjadi di negara berkembang, kalau di negara maju sudah biasa. Indonesia jarang inflasi di bawah lima

g, kalau di negara maju sudah biasa. Indonesia jarang inflasi di bawah lima